Tujuan
dan Kegunaan Penilaian Pendidikan
Tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan
termasuk perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan baik
yang menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Menurut Thorndike dan
Hagen (1977) tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan kepada
keputusan-keputusan yang menyangkut (1) pengajaran (2) hasil belajar (3)
Diagnosis dan usaha perbaikan (4) penempatan (5) seleksi (6) bimbingan dan
konseling, (7) kurikulum, dan (8) penilaian kelembagaan.
1.
Keputusan dalam Bidang Pengajaran
Salah satu
peranan penting usaha pengukuran dan penilaian ialah untuk mengarahkan
pengambilan keputusan yang berkenaan dengan apa yang harus dipelajari dan
dipraktekkan oleh para mahasiswa secara perorangan, kelompok-kelompok kecil,
ataupun keseluruhan kelas. Untuk keperluan ini maka pengukuran dan penilaian
harus mampu mengindentifikasikan kompetensi-kompetensi mana yang sudah ada dan
belum ada pada mahasiswa, yang selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk
menetapkan isi pengajaran yang berikutnya
2.
Keputusan Tentang Hasil Belajar
Tenaga
pengajar mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan hasil belajar yang dicapai
oleh mahasiswa yang telah belajar itu, dan bahkan jika diperlukan
juga perlu memberikan laporan kepada orang tua atau wali mahasiswa tentang
hasil belajar mahasiswa itu. Pemberitahuan dan laporan hasil belajar ini
diinginkan meliputi aspek-aspek yang luas antara lain pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan yang cukup mewakili tujuan-tujuan pengajaran atau perkuliahan yang
diprogramkan oleh perguruan tinggi.
3. Keputusan dalam
Rangka Diagnosis
Tes diagnotik
diselenggarakan untuk mengetahui dalam bidang mana mahasiswa telah atau belum
mengusai kompetensi tertentu, atau dengan kata lain, tes diagnostik berusaha
mengungkapkan kekuatan atau kelemahan dalam bidang yang diujikan.
4. Keputusan Berkenaan
dengan Penempatan
Pengajaran ataupun
pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa tersebut tidak diberikan secara sama
rata kepada semua mahasiswa. Mahasiswa yang satu barangkali memerlukan
pengajaran ataupun pelayanan yang lebih banyak dari pada mahasiswa yang lain.
Keperluan mahasiswa tidak sama ini sering mendorong pengajar untuk mengadakan
pengelompokkan setara (homogeneous prouping). Kelompok-kelompok setara yang
masing-masing memiliki taraf kemampuan yang berbeda-beda itu kemudian diberi
pengajaran yang sesuai dengan taraf kemampuan masing-masing kelompok.
5. Keputusan Berkenaan
dengan Seleksi
Seleksi biasanya
dihubungkan dengan jumlah tempat yang tersedia dalam kaitannya dengan jumlah
calon yang mendaftarkan untuk mengisi tempat itu, sedangkan secara ideal
seleksi dihubungkan dengan mutu lulusan yang diambil biasanya didasarkan atas
batas lulus.
6. Keputusan Berkenaan
dengan Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Sasaran pelayanan
bimbingan dan konseling ialah agar mampu mengenali dan menerima diri sendiri,
serta atas dasar pengenalan dan penerimaan diri ini mahasiswa mampu mengambil
keputusan untuk diri sendiri, mengarahkan dan mewujudkan diri sendiri sesuai
dengan bakat, kemampuan dan kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya
sendiri dan lingkungannya.
7. Keputusan Berkenaan
dengan Kurikulum
Program pendidikan yang
komprehensif dan luwes (fleksibel) isi kurikulum dan rancangan
pengajaran-pengajaran beserta berbagai sarana penunjangnya tidaklah tunggal,
melainkan tersedia beberpa (atau bahkan berbagai) kemungkinan, perubahan dalam
penekanan isi kurikulum, dalam prosedur dan sarana pengajran dimungkinkan.
8. Keputusan Berkenaan
dengan Penelitian Kelembagaan
Ada lembaga pendidikan
yang menyebabkan siswa-siswinya telah banyak yang putus sekolah atau yang baru
menamatkan siswa-siswa itu menjalani masa belajar jauh melampaui batas masa
belajar yang normal. Ada lagi lembaga pendidikan yang hanya mampu menghasilkan
para lulusan yang (dilihat dari hasil belajar mereka) berprestasi sekitar
rata–rata saja. Hal ini semua dapat diketahui penelaahan hasil pengukuran dan
pendidikan.
Pengaturan pengukuran dan penilaian
Pengukuran ialah suatu usaha untuk mengetahui
keadaan sesuatu sebagaimana adanya. Pengukuran dapat berupa pengumpulan data
tentang sesuatu. Misalnya, usaha untuk mengetahui dalamnya sebuah sumur disebut
pengukuran kedalaman sumur itu. Demikian juga usaha mengetahui banyaknya kata
kerja yang dikuasai oleh anak dan sebagainya.
Hasil pengukuran dapat berupa angka
uraian tentang kenyataan yang menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan
eksistensi keadaan yang diukur itu. Namun demikian, hasil pengukuran itu
sendiri belum dapat mengatakan apa- apa kalau hasil tersebut tidak ditafsirkan
dengan jalan membandingkan dengan suatu patokan atau kriteria. Apakah artinya
dalam sumur 2 meter. Setelah dibandingkan, ternyata sumur itu amat dangkal
mengingat pada umumnya sumur – sumur dikampung saya dalamnya 5 – 6 meter.
Untuk
dapat melakukan pengukuran diperlukan alat dan prosedur. Dalam bidang
pendidikan usaha pengukuran biasanya melalui penyelenggaraan tes atau ujian.
Alat – alat lain seperti daftar cek, skala ukuran, dan lain – lain, dapat juga
dipakai untuk mengukur aspek – aspek yang sukar dengan mempergunakan tes atau
ujian, ddan usaha penilaian ini dapat dilakukan dengan mempergunakan patokan –
patokan pembanding yang berbeda – beda.
Pendekatan dalam Penilaian
Pendekatan penilaian yang membandingkan hasil
pengukuran seseorang dengan hasil pengukuran yang diperoleh orang – orang lain
dalam kelompoknya, dinamakan Penilaian Acuan Norma (Norm – Refeereced
Evaluation). Dan pendekatan penilaian yang menbanding hasil pengukuran
seseorang dengan patokan “batas lulus” yang telah ditetapkan, dinamakan
penilaian Acuan Patokan (Criterian – refenced Evaluation).
1. Penilaian Acuan
Norma (PAN)
PAN
ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap hasil dalam
kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa
adanya” dalam arti, bahwa patokan pembanding semat–mata diambil dari
kenyataan–kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian itu
berlangsung, yaitu hasil belajar mahasiswa yang diukur itu beserta
pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak diluar hasil–hasil
pengukuran kelompok manusia.
PAN pada dasarnya
mempergunakan kurve normal dan hasil–hasil perhitungannya sebagai dasar
penilaiannya. Kurve ini dibentuk dengan mengikut sertakan semua angka hasil
pengukuran yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada didalam “kurve Normal”yang
dipakai untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing –
masing mahasiswa ialah angka rata- rata (mean) dan angka simpanan baku
(standard deviation), patokan ini bersifat relatif dapat bergeser ke atas atau
kebawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh didalam kurve itu.
Dengan kata ain, patokan itu dapat berubah–ubah dari “kurve normal” yang satu
ke “kurve normal” yang lain. Jika hasil ujian mahasiswa dalam satu kelompok
pada umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi,
maka patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikkan). Sebaliknya jika hasil ujian
kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya bergeser kebawah (diturunkan).
Dengan demikian, angka yang sama pada dua kurve yang berbeda akan mempunyai
arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua
kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama
dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti umum
yang berbeda pula.
2. Penilaian Acuan
Patokan (PAP)
PAP
pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar mahasiswa
terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini
menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus
ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil
pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu.dengan demikian patokan ini
tidak dicari- cari di tempat lain dan pula tidak dicari dalam sekelompok hasil
pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
Patokan
yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut “Tingkat Penguasaan
Minimum”. Mahasiswa yang dapat mencapai atau bahkan melampai batas ini dinilai
“lulus” dan belum mencapainya nilai “tidak lulus” mereka yang lulus ini
diperkenankan menempuh pelajar yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus
diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai “batas lulus”
itu.
Patokan
yang dipakai untuk kelompok mahasiswa yang mana sama ini pengertian yang sama.
Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama untuk hasil pengukuran yang
diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama ataupun berbeda-beda
dapat dipertahankan.
Yang
menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang
benar-benar tuntas.
3. Penggunaan PAN dan
PAP
Pendekatan
PAN dapat dipakai untuk semua matakuliah, dari matakuliah yang paling teoritis
(penuh dengan materi kognitif) sampai ke matakuliah yang praktis (penuh dengan
materi ketrampilan). Angka-angka hasil pengukuran yang menyatakan penguasaan
kompetensi-kompetensi kognitif, ketrampilan, dan bahkan sikap yang dimiliki
atau dicapai oleh sekelompok mahasiswa sebagai hasil dari suatu pengajaran,
dapat di kurvekan. Dalam pelaksanaannya dapat ditempuh prosedur yang sederhana.
Setelah pengajaran diselenggarakan, kelompok mahasiswa yang menerima pengajaran
tersebut menjawab soal-soal atau melaksanakan tugas-tugas tertentu yang
dimaksudkan sebagai ujian. Hasil ujian ini diperiksa dan angka tersebut disusun
dalam bentuk kurve. Kurve dan segala hasil perhitungan yang menyertai (terutama
angka rata-rata dan simpangan bakul) dapat segera dipakai dalam PAN.
Pendekatan
PAP tidak berorientasi pada “apa adanya” pendektan ini tidak semata-mata
mempergunakan angka rata-rata yang dihasilkan oleh kelompok yang diuji,
melainkan telah terlebih dahulu menetapkan kriteria keberhasilan, yaitu “batas
lulus” penguasaan bahan pelajaran, dan dalam proses pengajaran. Tenaga pengajar
tidak begitu saja membiarkan mahasiswa menjalani sendiri proses belajarnya,
melainkan terus menerus secara langsung ataupun tidak langsung merangsang dan
memeriksa kemajuan belajar mahasiswa serta membantunya melewati tahap-tahap
secara berhasil. Proses pengajaran yang menjadi kegiatan PAP dikenal adanya
ujian pembinaan (formative test) dan ujian akhir (summative test). Ujian
pembinaan dilaksanakan pada tahap tersebut. Usaha ini akan mencegah mahasiswa
dari keadaan terlanjur tidak menguasai dengan baik bahan kompetensi dari tahap
yang satu ke tahap berikutnya seperti dituntut oleh TKP. Hasil ujian pembinaan
ini dipakai sebagai petunjuk (indikator) apakah mahasiswa tertentu memerlukan
bantuan dalam menjalankan proses belajarnya atau tidak.
Ujian
akhir dilaksanakan pada akhir proses pengajaran. Ujian ini meliputi semua bahan
yang diajarkan dalam keseluruhan proses pengajaran dengan tujuan menguji apakah
mahasiswa telah menguasai seluruh bahan yang diajarkan itu dengan baik. Ujian
akhir ini didasarkan sepenuhnya pada TKP.
Jika
ujian pembinaan benar-benar diselenggarakan dan hasil-hasilnya dipakai untuk
membantu mahasiswa yang memerlukan, maka PAP menekankan bukan hanya pada segi
mutu hasil belajar mahasiswa tetapi juga pada segi mutu hasil belajar mahasiswa
tetapi juga pada segi banyaknya mahasiswa yang berhasil. Sebanyak mungkin
mahasiswa dirangsang dan dibantu untuk mencapai penguasaan kompetensi yang
tinggi.
Implikasi pendekatan Penilaian yang Dipakai
Pendekatan penilaian yang dipakai menimbulkan berbagai implikasi:
1. Program pengajaran dan penilaian dalam pendekatan kompetensi
menuntut pelaksanaan pengajaran yang terencana, terarah, dinamis dan
membimbing.
2. Pengajar perlu memiliki kemantapan keterampilan dalam menyusun
program pengajaran dan sekaligus program penilaiannya yang berorientasikan pada
kompetensi.
3. Baik pengajar maupun mahasiswa memerlukan sumber-sumber dan
sarana belajar-mengajar yang cukup.
4. Dalam program penilaian terbuka mahasiswa perlu mengetahui
program penilaian, kriteria keberhasilan dan hasil-hasil penilaian.
5. Kegiatan mengajar tidak semata-mata dimuka kelas, sesuai dengan
ketentuan sistem kredit semester, kegiatan kuliah dengan harga 1 sks mencakup
beban pengajaran untuk penyelenggaraaan tiga jenis kegiatan setiap Minggu
yaitu:
60 menit
untuk pengembangan bahan pelajaran.
50 menit
untuk kegiatan tatap muka dengan mahasiswa.
60 menit
untuk usaha penilaian dan kegiatan perencanaan lanjutan.
Dalam 60
menit terakhir itu pengajar dituntut untuk menyediakan diri bagi pertemuan
dengan mahasiswa baik secara perseorangan maupun dalam kelompok, untuk membahas
hal-hal khusus berkenaan dengan kemajuan dan masalah-masalah pelajaran yang
dihadapi.
6. Mahasiswa dituntut untuk belajar secara dinamis.
7. Program penilaian yang terarah dan
terencana menuntut sistem palporan yang lengkap dan rapi, baik untuk keperluan
mahasiswa sendiri dan keperluan pengajar, maupun untuk keperluan fakultas dan
perguruan tinggi.
8.
Pengajar memerlukan berbagai sarana administrasi untuk penyusunan dan
pelaksanaan program pengajaran dan penilaian.
9.
Program pengajaran dan penilaian perlu dicatat dan hasil-hasilnya disimpan
secara baik.
10.
Karena program pengajaran dan penilaian ini bersifat menyeluruh dan relatif
menuntut lebih banyak waktu dan keterlibatan pengajar, perlu dipikirkan variasi
jenis matakuliah yang dipegang oleh setiap tenaga pengajar beserta
konsekuensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar